Barokah Surat Al-Fatihah

BAROKAH SURAT AL-FATIHAH ?

Mungkin sering kita saksikan dalam acara kenduri, walimah, selamatan kematian dan sejenisnya, lalu seseorang yang ditugasi untuk memimpin acara mengucapkan بِبَرَكَةِ الْفَاتِحَةِ artinya dengan berkahnya al-Fatihah. Kalimah tersebut kadang diucapkan ketika membuka acara dan sering juga pada saat memulai atau mengakhiri do’a.
Ritual itu rutin diamalkan karena surat al-Fatihah diyakini memiliki keistimewaan (fadhilah) yang luar biasa, termasuk fadhilah berkah dalam kehidupan manusia. Sehingga jika difahami secara tekstual (harfiyyah) maka surat al-Fatihah dapat memberikan berkah kehidupan bagi orang yang membaca atau mengucapkannya, sehingga punya daya tarik dan motifasi tersendiri bagi kebanyakan manusia untuk menggapai barokah surat al-Fatihah..


APA SEBENARNYA ARTI BAROKAH ?
Menurut tinjauan bahasa (lughawi) Barokah diartikan berkat, bahagia, untung, tumbuh dan berkembang. Barakah juga bisa diartikan bergerak, tumbuh, bertambah atau bahagia.
Imam Syamsuddin al-Sakhawi, menjelaskan :

اَلْمُرَادُ بِالْبَرَكَةِ النُّمُوُّ وَالزِّيَادَةُ مِنَ الْخَيْرِ وَالْكَرَامَةِ

Artinya : “Yang dimaksud dengan barakah adalah berkembang dan bertambahnya kebaikan dan kemuliaan”

Berdasarkan tiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa, sesuatu dianggap mempunyai nilai barokah bila ia tumbuh, berkembang dan memberi nilai tambah dan kebahagiaan bagi yang mempuyai, dan setiap manusia tentu menginginkan agar hidupnya mendapatkan barokah.

SIAPA PEMBERI BAROKAH ? Berdasarkan dalil naqli (bersumber dari al-Qur’an atau as-Sunnah), maka tiada satupun yang dapat memberikan barokah dalam kehidupan ini kecuali Allah swt. Sementara seluruh makhluk yang ada di muka bumi ini (jin, manusia, hewan, gunung, laut, patung, batu besar, pohon besar, termasuk surat atau ayat al-Qur’an) tidak ada satupun yang bisa memberi atau mendatangkan barokah bagi kehidupan manusia.

Dalil-dalil tersebut antara lain adalah :
Al-Qur’an surat 23/al-Mu’minun : 14 : “…Maka Maha Pemberi Barokah Allah, Pencipta yang paling baik”

Al-Qur’an surat 37 / ash-shaaffat : 113 : “Kami limpahkan keberkahan atasnya (Ibrahim) dan atas Ishaq. dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zhalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.

Al-Qur’an surat 67/ al-Mulk : 1. : “Maha Pemberi Berkah (Allah) yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,”

Al-Qur’an surat 17/ al-Isra’ : 1. : “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya,] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Dan masih banyak lagi lainnya yang menegaskan bahwa satu-satunya pemberi barokah hanyalah Allah yang Maha Pemurah, dan tidak ada satupun ciptaan (makhluq) Nya yang bisa memberikannya, seperti Malaikat, Nabi, Ulama’dan Kyai, apalagi surat al-Fatihah, surat Yasin , ayat kursi dan lainnya.

Jika seseorang sudah mengikrarkan لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ yang artinya tiada Dzat yang patut disembah kecuali Allah, maka dalam hatinya yang paling dalam juga mengikrarkan لاَ رَازِقَ إِلاَّ الل artinya tiada yang dapat memberi rizki (berkah) selain Allah.

Oleh sebab itu, orang yang berkeyakinan bahwa surat al-Fatihah itu bisa memberikan barokah bagi orang yang membaca atau mengucapkannya, itu sama saja ia telah mengganggap surat al-Fatihah sebagai Tuhannya. Sehingga yang sering diucapkan pada saat memulai atau mengakhiri do’a adalah بِبَرَكَةِ الْفَاتِحَةِ (dengan berkahnya surat al-Fatihah).

Ketika keyakinan itu dimiliki oleh orang Islam maka statusnya berubah menjadi orang musyrik (menyekutukan Allah dengan yang lain). Dia telah terjebak dalam dosa terbesar yang tidak terampunkan (QS. 4:116) dan dapat menghapus seluruh amal kebajikan. (QS. 6 :88 dan QS. 39 : 65).

SYARAT MEMPEROLEH BAROKAH ?
Syarat untuk memperoleh barokah Allah, baik yang datang dari langit maupun dari bumi menurut QS. al-A’raf : 98 di atas ada dua hal, yakni keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Dzat pemberi berkah dalam kehidupan.
”Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS. 7/ al-A’raf : 96).
Tentunya disertai usaha atau kerja yang maksimal. Sebab Allah telah menegaskan dalam al-Qur’an. “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. 13 / ar-Ra’du : 11).
Read More | komentar

Do'a Sesudah Shalat Dhuha

DO'A SESUDAH SHALAT DHUHA

Pertanyaan :
Bagaimanakah kedudukan doa setelah shalat Dhuha, adakah dapat digunakan, atau lebih baik digunakan ? karena ada pendapat Haditsnya dhaif jiddan (Nashiruddin Albani). Ini berkenaan dengan profesi kami sebagai pendidik.
Atas jawaban yang diberikan kami sampaikan terima kasih.

Jawaban :
Mengenai doa sesudah shalat Dluha, kami telah menelusuri kitab-kitab fiqih dan kitab-kitab Hadits, dan sepanjang penelusuran kami memang tidak ditemukan adanya Hadits yang menerangkan atau mengajarkan lafal-lafal atau doa-doa tertentu setelah selesai menunaikan shalat Dluha. Demikian juga kami telah meneliti kitab Hadits Nashiruddin Albani yang berisikan Hadits-Hadits dhaif versi beliau, yaitu kitab Silsilah al-Da'ifah dan kitab- kitabnya yang lain. Tidak ditemukan Hadits yang saudara maksudkan.
Namun demikian, jika yang dimaksudkan adalah pendapat Albani tentang Hadits shalat Dluha lainnya, memang terdapat sejumlah riwayat yang ia anggap dlaif jiddan (lemah sekali) atau bahkan maudu' (palsu). Misalnya Hadits yang menjelaskan bahwa "di surga ada satu pintu yang bernama pintu "ad- Dluha" yang hanya bisa dimasuki oleh orang yang menjaga shalat Dluhanya" (Silsilah al-Da'ifah, jilid I, hal 569).


Adapun doa dengan lafal "/nna d/uha dluha-uka, wal-baha-u baha-uka, wal-ja- malujamaluka, wal-quwwatuquwwatuka, wal-qudratu qudratuka, wal-'ushmatu 'ushmatuka", bukanlah doa yang berasal dari Nabi Muhammad saw, melainkan doa yang dimunculkan pertama kali oleh ahli hokum (fugaha), seperti oleh asy-Syarwani dalam Syarh Minhaj dan ad-Dimyati dalam l'anatut-Thalibin. Keduanya pun sesungguhnya tidak menyebut doa ini berasal dari Hadits Nabi Muhammad saw.

Dengan demikian, seorang yang selesai melaksanakan shalat Dluha, ia dapat melafalkan doa apa saja yang baik tanpa harus terikat dengan lafal yang dianggap berasal dari Rasulullah saw untuk shalat Dluha. Firman Allah dalam Al-Qur'an :

QS An-Nisa [4]: 103
Artinya : "Jika kamu telah menunaikan shalat, maka berdzikirlah (ingatlah) Allah".

QS. Al-Ahzab (33): 41-42
Artinya : "Hai orang-orang yang ber iman. berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang."

Doa yang bisa digunakan dan diajarkan kepada peserta didik salah satunya misalnya adalah doa yang diajarkan oleh Hadits berikut ini :
Sesungguhnya Rasulullah berlindung (kepada Allah) dari lima hal setelah selesai shalat.

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ.

Artinya : "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari sifat kikir; aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut, aku berlindung kepada Engkau dari dikembalikan kepada umurnya yang paling hina (pikun), aku berlindung kepada Engkau dari fitnah dunia dan aku berlindung kepada Engkau dari azab kubur".(HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmaddan an-Nasai, lafal dari an-Nasai).
Read More | komentar

Mengakhiri Khutbah Dengan Salam

MENGAKHIRI KHUTBAH DENGAN SALAM

Seorang teman bertanya :
Apakah mengakhiri khutbah dengan salam itu sudah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw ??

Jawab :
Sejauh yang saya ketahui bahwa salam dalam berkhutbah adanya di kala akan memulai khutbah, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits :

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَعِدَ اْلمِنْبَرَ سَلَّمَ

Artinya :
“Diriwayatkan dari Jabir Ibn Abdullah ra, ia berkata: bahwa Nabi saw setelah naik mimbar selalu memberikan salam.” [HR. Ibnu Majah]

Sementara itu, saya belum penah menemukan hadits yang menerangkan bahwa Nabi saw memberi salam di kala turun dari mimbar.


Read More | komentar

Hadits - Hadits Tentang Penutup Do'a

HADITS-HADITS yang berkenaan dengan perintah MENUTUP DO'A dengan Surat Ash-Shaffat ayat 180-182 banyak terdapat di dalam Tafsir2 al-Qur’an di antaranya; Tafsir al-Maraghi, al-Qur’anul Adhim Ibnu Katsir, Aisarut-Tafasir, Tafsir al-Munir, Tafsir al-Baidhawi, Shafwatut Tafasir, dan kitab-kitab lainnya.


Hadits-hadits tersebut antara lain :
1. “Diriwayatkan dari Ali ra, ia berkata : Barangsiapa yang ingin diberikan timbangannya dengan timbangan yang penuh dengan pahala pada hari kiamat maka hendaklah di akhir majlisnya ia mengucapakan : subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulillahi rabbil ‘alamin.”

2. “Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah tidak hanya sekali dan tidak pula dua kali di akhir doanya atau ketika ia berpaling mengucapkan: subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulillahi rabbil ‘alamin.”

3. “Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa setelah salam beliau membaca : la ilaha illallah wahdahu laa syarikalah lahul-mulku wa lahul-hamdu yuhyi wa yumitu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadir, allahumma la mani’a li ma a’taita wa la mu’thiya li ma mana’ta wa la yanfa’u dzal-jaddi minkal-jaddu, dan juga diriwayatkan dari Nabi saw, beliau membaca : subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulillahi rabbil ‘alamin.”

4. “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, kami berkata kepada Abu Sa’id : apakah engkau menghafal dari Rasulullah sesuatu yang beliau baca setelah salam. Abu sa’id berkata : tentu, Nabi membaca : subhana rabbika rabbil ‘izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalin wal hamdulillahi rabbil ‘alamin.”

HADITS PERTAMA diriwayatkan oleh Asbag bin Nubatah dari Ali ra. Abu Hatim mengatakan bahwa Asbag adalah perawi layyinul-hadits, Imam Nasai mengatakan matrukul-hadits, Daruqutni mengatakan munkarul-hadits, Ibnu Ma’in dan Ahmad bin Abdullah al-Ijli mengatakan tsiqah (kuat), selain itu juga terdapat Abu Hamzah ats-Tsimali sebagai perawi hadits adalah dla’if.

HADITS KEDUA di dalam sanadnya terdapat Abu Harun al-‘Abdi. Yahya bin Ma’in mengatakan ia adalah pendusta, dan haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah (dalil).

HADITS KETIGA diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam sunannya, Albani mengatakan hadits tersebut shahih.

HADITS KEEMPAT diriwayatkan oleh al-Hafidz Abu Ya’la, dan semua perawi haditnya tsiqah, al-Haitsami di dalam kitab Majma’ az-Zawa’id juga mengatakan perawi haditsnya tsiqah.

KESIMPULAN :
Sesuai uraian diatas bahwa MENUTUP DO'A dengan akhir Surat Ash-Shaffat DAPAT DIAMALKAN. Walaupun dalil haditsnya ada yang dlaif atau mursal, tetapi dapat dijadikan hujjah KARENA :
1. Dikuatkan oleh hadits shahih. Seperti yang dikatakan Ali ash-Shabuni di dalam Kitab Mukhtashar Ibnu Katsir ketika mengomentari hadits dari Sa’id al-Khudri, beliau mengatakan bahwa hadits tersebut dikuatkan oleh hadits-hadits yang shahih.

2. Secara makna tidak melanggar syari’at dan sesuai dengan perintah menutup doa dengan HAMDALAH, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah :
QS. Yunus 10 :
“Do’a mereka di dalamnya ialah : “Subhanakallahumma, dan salam penghormatan mereka ialah : “Salam”. Dan penutup doa mereka ialah : “al-Hamdu Lillahi Rabbil ‘Alamin”.
Read More | komentar

Do'a Ketika Sakit

DOA KETIKA SAKIT

1. Untuk diri sendiri HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Nasai dari Usman bin Abil Ash, Nabi Bersabda :
"Letakkan tanganmu pada bagian badanmu yang merasa sakit dan berdoalah dengan membaca basmalah tiga kali dan tujuh kali ucapan ta'awwudz".
Artinya :
"Aku berlindung pada Allah demi kekuasan-Nya dari kejahatan (penyakit) yang kuderita dan kukhawatirkan".

2. Untuk orang lain yang kita jenguk HR Bukhari dan Muslim dari Aisyah, bahwa Nabi saw pernah memohonkan perlindungan terhadap sebagian keluarganya dengan mengusapkan telapak tangannya yang kanan seraya berdoa :
"ALLAHUMMA RABBAN NAASI ADZHIBIL BAKSA ISYFI ANTAS SYAFII LAA SYIFAA A ILLAA SYIFAAUKA SYIFAA AL LAA YUGHODIRU SAQOMAA"
Artinya :
"Ya Allah, Tuhan sekalian manusia, hilangkanlah penyakit ini dan sembuhkanlah. Engkau Maha Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali penyembuhan-Mu. Penyembuhan yang tidak mendatangkan penyakit lagi."


PENJELASAN :
Berdoa ketika sakit merupakan usaha batiniyah, tetapi kita juga dituntun supaya berobat secara lahiriyah, yaitu berobat ke dokter HR Tirmidzi, Nabi saw bersabda :
"Berobatlah kamu, sesungguhnya Allah swt tidak mendatangkan penyakit kecuali mendatangkan juga obatnya, selain satu yang tidak ada obatnya, yaitu tua"
Read More | komentar

Cadar Tidak Ada Dasar Hukumnya Kecuali Jilbab

CADAR TIDAK ADA DASAR HUKUMNYA baik dalam al-Qur’an maupun Sunnah. Yang diperintahkan oleh syariat Islam bagi wanita adalah memakai jilbab. Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nur (24) ayat 31 :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya ...,”

“kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”
Ayat ini menurut Jumhur ulama, bahwa yang boleh nampak dari perempuan adalah kedua tangan dan wajahnya sebagaimana pendapat Ibnu Abbas ra. dan Ibnu Umar ra. (Tafsir Ibnu Katsir vol. 6:51)

Hadts riwayat Abu Dawud :
“Telah menceritakan pada kami Ibnu Basyar, telah menceritakan pada kami Abu Dawud, telah menceritakan pada kami Hisyam dari Qatadah bahwasannya Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya seorang perempuan jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali wajahnya dan kedua (telapak) tangannya sampai tulang pergelangan tangan (sendi).” [HR. Abu Dawud]


Selain itu banyak riwayat-riwayat lain yang memperlihatkan bahwa banyak dari para shahabiyat (sahabat perempuan) yang tidak memakai cadar atau menutupi wajah dan tangan mereka. Seperti kisah Bilal melihat perempuan yang bertanya kepada Nabi saw di mana diceritakan bahwa pipi perempuan tersebut merah kehitam-hitaman (saf’a al-khaddain).

Terkait dengan pakaian perempuan ketika shalat, sebuah riwayat dari Aisyah ra menjelaskan bahwa ketika shalat para perempuan pada zaman Nabi saw memakai kain yang menyelimuti sekujur tubuhnya (mutallifi’at fi-murutihinna) :

“Telah menceritakan pada kami Abu al-Yaman, telah memberitahukan pada kami Syu’aib dari az-Zuhri, telah mengkabarkan padaku Urwah bahwasannya Aisyah berkata : “Pada suatu ketika Rasulullah saw shalat subuh, beberapa perempuan mukmin (turut shalat berjamaah dengan Nabi saw). Mereka shalat berselimut kain. Setelah selesai shalat, mereka kembali ke rumah masing-masing dan tidak seorangpun yang mengenal mereka.” Dalam riwayat lain : “Kami tidak bisa mengenal mereka (para perempuan) karena gelap.” [Muttafaq ‘alaihi]

Imam Asy-Syaukani memahami hadits ini bahwa para sahabat perempuan di antaranya Aisyah ra tidak dapat mengenali satu sama lain sepulang dari shalat subuh karena memang keadaan masih gelap dan bukan karena memakai cadar, karena memang saat itu wajah para perempuan biasa terbuka.

Mengenai hal tidak memakai cadar bukan termasuk ingkar sunnah, hemat kami tidak. Karena yang dimaksud dengan ingkar sunnah adalah mereka orang-orang yang tidak mempercayai sunnah Nabi dan hanya mengamalkan apa yang termaktub dalam al-Qur’an saja.
Read More | komentar

Tentang Hukum Musik dan Kesenian

TENTANG MUSIK DAN NYANYIAN

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi SAW pernah melewati bagian dari kota Madinah, tiba-tiba beliau melewati para wanita yang memukul rebana dan bernyanyi, mereka mengucapkan, “Kami tetangga dari Bani Najjar. Alangkah baiknya Muhammad sebagai tetanggaku”. Maka Nabi SAW bersabda, “Allah mengetahui bahwa aku mencintai kalian”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 612, no. 1899]

Dari ‘Aisyah bahwasanya ia mengantar (mengiring) pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki dari kaum Anshar, lalu Nabiyyullah SAW bersabda, “Hai ‘Aisyah, apakah tidak ada hiburan pada kalian, karena sesungguhnya orang-orang Anshar itu suka hiburan”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 140]

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Dahulu ‘Aisyah pernah menikahkan kerabatnya dari kaum Anshar, lalu Rasulullah SAW datang dan bersabda : “Apakah kalian mengantarkan wanita (pengantin perempuan) ?”. Mereka menjawab, “Ya”. Beliau SAW bertanya, “Apakah kalian mengantarkannya disertai dengan orang yang akan menyanyi ?”. ‘Aisyah menjawab, “Tidak”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kaum Anshar itu adalah kaum yang suka hiburan. Alangkah baiknya kalau kalian mengantar dengan disertai orang yang menyanyikan, “Kami datang kepada kalian, kami datang kepada kalian, penghormatan kepada kami dan penghormatan kepada kalian”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 612,no. 1898]

Dari Abul Husain (nama aslinya Khalid Al-Madaniy), ia berkata : Dahulu ketika kami di Madinah pada hari ‘Aasyuuraa’, pada waktu itu ada wanita-wanita sedang memukul rebana dan bernyanyi, lalu kami masuk pada Rubayyi’ binti Mu’awwidz, lalu kami ceritakan kepadanya yang demikian itu. Maka dia berkata, “Dahulu Rasulullah SAW datang kepada saya pada pagi hari pernikahan saya, sedangkan di dekat saya ada dua wanita yang bernyanyi yang dalam liriknya (isinya) menyebutkan tentang kebaikan orang-orang tuaku yang gugur di perang Badr, dan diantara yang mereka nyanyikan adalah, “Dan diantara kita ada seorang Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok pagi”. Maka (Rasulullah SAW) menegur, “Adapun kata-kata yang ini jangan kalian ucapkan, karena tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi besok pagi, kecuali Allah”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 611, no. 1897

Dari Khalid bin Dzakwan, ia berkata : Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afraa’ berkata : Dahulu Nabi SAW datang lalu masuk ketika diselenggarakan pernikahanku, lalu beliau duduk di atas tikarku seperti dudukmu di dekatku, lalu anak-anak perempuan kami mulai menabuh rebana dan bernyanyi dengan menyanjung kepahlawanan orang-orang tuaku yang gugur pada perang Badr. Ada salah satu diantara mereka yang bernyanyi yang syairnya, “Di kalangan kita ada Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok pagi”. Lalu beliau bersabda, “Tinggalkanlah ini dan ucapkanlah (nyanyikanlah) apa yang tadi kamu nyanyikan”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 137]

Dari ‘Aisyah, ia berkata Abu Bakar pernah datang kepada saya, sedangkan waktu itu ada dua wanita diantara wanita-wanita Anshar yang bernyanyi dengan syair-syair yang diucapkan orang-orang Anshar pada hari perang Bu’aats, ‘Aisyah mengatakan bahwa kedua wanita tersebut pekerjaannya bukan sebagai penyanyi. Lalu Abu Bakar berkata, “Apakah dengan seruling syaithan di rumah Nabi SAW ?”. Dan kejadian itu pada hari raya ‘idul fithri. Maka Nabi SAW bersabda, “Hai Abu Bakar, sesungguhnya masing-masing kaum mempunyai hari raya, dan pada hari ini adalah hari raya kita”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 612, no. 1898]

Dari ‘Aisyah, bahwasanya pada hari Mina Abu Bakar datang kepadanya, sedangkan di dekatnya ada dua wanita yang bernyanyi dan bermain rebana, sedangkan Nabi SAW menutupi wajahnya dengan pakaiannya, lalu Abu Bakar membentak kedua wanita (yang bermain rebana tadi), maka Nabi SAW membuka wajahnya dan bersabda, “Biarkan keduanya hai Abu Bakar, karena ini adalah hari raya. Dan hari itu adalah hari-hari Mina”. ‘Aisyah berkata, “Aku melihat Nabi SAW menutupiku, sedangkan aku melihat kaum Habsyi mereka bermain di masjid. Maka (‘Umar) membentak mereka”. Lalu Nabi SAW bersabda, “Biarkanlah aman kaum Bani Arfidah, yakni dengan aman”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 11]

Dari Muhammad bin Haathib, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Yang membedakan antara yang halal dan yang haram adalah rebana dan suara (diumumkannya) dalam pernikahan”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 611, no. 1896]

Dari ‘Aisyah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Umumkanlah pernikahan ini, dan pukullah rebana padanya”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 611, no. 1895, dla’if karena di dalam sanadnya ada perawi bernama Khalid bin Ilyas (Abul Haitsam Al-‘Adawiy)]

Dari Buraidah, ia berkata : Rasulullah SAW pernah pergi dalam salah satu peperangan, ketika beliau kembali, ada seorang wanita berkulit hitam yang menyambut kedatangan beliau itu sambil mengatakan, “Ya Rasulullah, sungguh aku telah bernadzar, jika Allah mengembalikan engkau dengan selamat, aku akan menabuh rebana sambil bernyanyi di hadapanmu. Maka jawab beliau, “Kalau benar kamu telah bernadzar, maka tabuhlah, tetapi kalau tidak bernadzar, jangan kamu tabuh”. Lalu wanita itu menabuhnya. Tiba-tiba Abu Bakar masuk ke rumah Nabi SAW, sedang si wanita tadi masih tetap menabuh. Lalu ‘Ali menyusul masuk, sedang si wanita tadi masih tetap menabuh. Kemudian ‘Utsman menyusul masuk, dan si wanita tadi masih tetap menabuh. Lalu datanglah ‘Umar, maka si wanita tadi (berhenti menabuh) dan menyembunyikan rebananya itu di bawah pinggulnya lalu mendudukinya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh syaithan benar-benar takut kepadamu hai ‘Umar. Aku duduk sedang si wanita itu menabuh rebana, kemudian Abu Bakar masuk, sedang si wanita itu tetap saja menabuh rebana, menyusul ‘Ali masuk, si wanita itu tetap menabuh rebana, lalu ‘Utsman masuk, sedang si wanita itu tetap saja menabuh rebana. Tetapi begitu kamu masuk, maka wanita itu spontan menyembunyikan rebananya”. [HR. Tirmidzi juz 5, hal. 285, no. 3773, dan ia menshahihkannya]

KETERANGAN :
A. Musik atau ma’aazif adalah semua alat yang menimbulkan bunyi-bunyian, baik dengan cara dipukul, digesek, dipetik, ditiup, ditekan dan lain sebagainya. Dari hadits-hadits di atas bisa kita pahami bahwa bermain musik, melihat, maupun mendengarkan musik adalah sudah ada sejak jaman Nabi SAW, dan beliaupun tidak melarangnya. Dan bisa pula kita pahami bahwa bermain musik dan bernyanyi, melihat maupun mendengarkannya, hukumnya adalah mubah (boleh).

B. Ada sebagian kaum muslimin yang berpendapat bahwa bermain musik itu hukumnya haram berdasar hadits-hadits sebagai berikut : Dari ‘Abdur Rahman bin Ghanmin Al-Asy’ariy, ia berkata : Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ariy menceritakan kepadaku, demi Allah dia tidak berbohong kepadaku, bahwa ia mendengar Nabi SAW bersabda, “Sungguh akan ada di kalangan ummatku kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan musik, dan beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi, mereka datang dengan berjalan kaki untuk suatu keperluan. Lantas mereka (yang didatangi) berkata, “Kembalilah kepada kami besok pagi”. Pada malam harinya Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka, dan (Allah) merubah yang lainnya menjadi kera dan babi hingga hari qiyamat”. [HR. Bukhari juz 6, hal. 243]

Dari Abu Malik Al-Asy’ariy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh ada segolongan dari ummatku yang minum khamr yang mereka menamakannya bukan nama (asli)nya, kepala mereka disibukkan dengan musik dan biduanita. Allah akan menenggelamkan mereka ke dalam tanah dan merubah mereka menjadi kera dan babi”. [HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1333, no. 4020]

Dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadaku atau diharamkan (kepadaku) khamr, judi dan Kuubah”. Dan beliau bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah haram”. Sufyan berkata : Lalu aku bertanya kepada ‘Ali bin Badzimah tentang arti Kuubah. Ia menjawab, “(Kuubah itu adalah) tambur”. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 331, no. 3696]

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada kalian khamr, judi dan Kuubah (tambur), dan beliau bersabda, “Dan setiap yang memabukkan adalah haram”. [HR. Ahmad juz 1, hal. 350]

Dari ‘Imran bin Husain bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pada ummat ini akan ada (siksaan berupa) ditenggelamkan ke bumi, diganti rupa dan dilempar batu dari langit”. Lalu ada seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin bertanya, “Ya Rasulullah, kapan peristiwa itu terjadi ?”. Beliau menjawab, “Apabila telah merajalela penyanyi-penyanyi dan musik, dan khamr diminum (dimana-mana)”. [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 336, no. 2309, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Abbaad bin Ya’quub Al-Kuufiy dan ‘Abdullah bin ‘Abdul Qudduus, keduanya dla’if]

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila harta fai’ (rampasan perang) sudah dijadikan barang rebutan, amanat (kepemimpinan) dijadikan sebagai barang ghanimah (rampasan), zakat dihutang (tidak dibayar), dipelajari hal-hal yang bukan agama, suami tunduk kepada istrinya, ibunya didurhakai, orang lebih dekat kepada kawannya, sementara ayahnya sendiri dijauhi, suara-suara gaduh di masjid-masjid, yang menjadi kepala qabilah (kampung) adalah orang yang fasiq, yang menjadi pemimpin bagi suatu kaum adalah orang yang sangat rendah akhlaqnya, seseorang disanjung-sanjung karena takut kejahatannya, merajalelanya penyanyi-penyanyi dan musik, khamr diminum (dimana-mana), generasi yang di belakang mengutuk generasi pendahulunya, maka di saat yang demikian itu hendaklah mereka waspada datangnya angin merah, gempa bumi, tenggelam ke dalam tanah, perubahan (menjadi kera dan babi) dan pelemparan batu dari langit serta beberapa tanda (kekuasaan Allah) yang akan terjadi berturut-turut seperti untaian (benda) yang talinya putus, maka akan (berjatuhan benda tersebut) berturut-turut”. [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 335, no. 2308, dla’if karena di dalam sanadnya ada perawi bernama Rumaih Al-Judzamiy, ia majhul]

Dari Abu Umamah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Janganlah kalian menjual penyanyi-penyanyi wanita, jangan kalian membeli mereka dan jangan pula kalian ajari mereka itu, karena sama sekali tidak ada kebaikannya memperdagangkan mereka itu, dan hasilnya pun haram, dan seperti ini, diturunkan ayat (yang artinya), “Diantara manusia ada yang membeli perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (orang) lain dari jalan Allah, (QS Luqman : 6) sampai akhir ayat”. [HR. Tirmidzi juz 5, hal. 25, no. 3247, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Ali bin Yazid bin Abi Hilaal].

Dari Mujahid, ia berkata : Dahulu ketika saya bersama Ibnu ‘Umar, tiba-tiba mendengar suara tambur, lalu (Ibnu ‘Umar) memasukkan kedua jarinya ke kedua telinganya, kemudian ia mundur, sehingga berbuat demikian tiga kali. Kemudian ia berkata, “Demikianlah dahulu Rasulullah SAW berbuat”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 611, no. 1901, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Laits bin Abi Sulaim]

KETERANGAN :
Dari hadits-hadits yang mereka pakai dasar haramnya bermain musik tersebut, kalau kita fahami bahwa bermain musik itu haram, tentu berlawanan dengan hadits-hadits yang di depan yang membolehkan bermain musik.

Oleh sebab itu, kami memahami maksud hadits tersebut bahwa Nabi SAW memberitahukan akan terjadi zaman kerusakan ummat, dimana orang-orang sudah tidak mempedulikan lagi halal-haram, dan merajalelanya pergaulan bebas dan perzinaan, yang biasanya dibarengi dengan minuman keras, penyanyi atau penari dan musik. Walloohu a’lam.
Read More | komentar

Categories

QS. Ali Imran 3:185

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Radio Swaragama FM

Sorry this site have a flash based native radio and needed adobe flash 10+ support.
Download Flash here.

 
Support : Okieweb | Papuahackers | Designed by Zero Point
Copyright © 2011. Blog Catatanku - All Rights Reserved | Proudly powered by Blogger